Thanks udah mampir di blog yang tak seberapa layak untuk dilihat

Thursday, January 10, 2019

No Smoking Area, Dimana Ya?

Omah Diksi (Omdik) itu sebuah tempat nongkrong para anak-anak muda. Hmm, anak muda yang aku maksud disini umur 18-23 tahun lho ya. Selebihnya, bukan anda yang aku maksud. Pertama kali ke omah diksi itu awal tahun 2018. Aku yang baru aja pulang kampung dari tanah Borneo, di panggil kawan pers untuk bercengkrama. Seneng dong ya, artinya aku masih dicari hihihi. Gak lengkap kalau nggak ada cemilan, aku pun  membawa amplang batu bara khas tanah Borneo.




Menemukan tongkrongan ini pun lumayan sulit, apalagi malam. Aku dua kali kelewatan masuk gang kecil. Google maps pun menyesatkanku. Jreng! Tibalah aku di omdik. Tampak luar sih kayak warung kopi pada umumnya, sederhana dan terang. Sederhana dan terang seperti cintaku ke doi yang tanpa penjelasan. Skip.

Waktu itu ramai banget, aku kebingungan cari konco pers kampusku. Aku telpon salah satu koncoku, “Dimana mas?” tanyaku. Mas mas di telpon malah jawab masuk aja. Ya masuk kemana ini, aku sudah masuk tapi nggak ada yang aku kenal. Berasa salah alamat yak. Eh ternyata, mataku saja yang agak kabur. Rupanya kawan persku sudah ada di dalam. Hahahaha. Aku nggak lihat jelas karena di dalam sana penuh asap-asap putih menyengat para pengopi (baca: asap rokok). Jadi, asap rokok ini menyulitkanku fokus, kawan-kawan.

“Ih mas, sudah dari tadi kah? Maaf aku nggak ngeliat, habisnya penuh asap gini, mas juga item sih,” celetukku.

Aku kesana bersama teman perempuanku. Jadi, aku berkumpul dengan lima orang laki-laki dan satu perempuan. Jangan tanya kenapa kok banyak laki-lakinya ya. Itu tidak penting. Nah, aku membuka obrolan membuka pertanyaan tentang isu HAM. Maklumlah, aku masih newbie di pers dan belum seutuhnya mengenal segala isu-isu sosial. Minta bimbingannya ya, rek.

Berada di omdik sekitar tiga jam-an, membuatku sia-sia saja. Memang, konco-koncoku telah menjelaskan panjang lebar mengenai HAM. Namun, aku sama sekali tidak fokus dengan aroma-aroma rokok disekitar. Baunya menyengat, aneh, kepalaku puyeng-puyeng gitu. Diskusi tentang HAM pun aku hanya tau tokohnya, tidak dengan kronologinya. Ingin pindah ke luar, apalah daya di luar penuh dan merokok semua. Sesungguhnya asap rokok ini membunuhku perlahan, ditambah vertigoku yang suka kambuh mencium asap rokok.

Awalnya aku tidak yakin bisa bertahan sejam dua jam disini karena asap rokok. Koncoku selalu saja mengurungkan niatku untuk pergi. Padahal, aku disini sudah tidak kuat mencium aroma sekitar. Mau pesan minuman pun rasanya sudah malas. Sesungguhnya, ku ingin pergi dari sini. Mataku sudah perih berhadapan dengan asap putih itu. Hahahaha.

Jadi, aku mengharapkan adanya smoking area di omah diksi. Ini dimaksudkan untuk menghargai orang-orang yang tidak merokok. Biar sama-sama nyaman kita ngopinya, patutlah menyediakan tempat itu. Wanita-wanita seperti aku ini banyak yang kurang suka dengan asap rokok lho, fyi aja. Salah satu alasan wanita tidak suka ngopi juga karena asap rokok tadi. Menurutku, asap rokok itu sangat sensitif buat wanita. Selain mengganggu pernapasan bagi yang menciumnya, pakaian yang dikenakan juga bakal bau asap rokok. Nah, hal ini kan memicu pikiran negatif oleh temen-temen kontrakan wanita. “Pulang malem kok bau rokok, jangan-jangan kamu.....................” ah you know lah gimana nyinyiran wanita tulen kalau lihat wanita pulang malem berbalut aroma rokok. Hmm.
Aroma rokok yang lengket di pakaian juga sulit hilangnya. Biarpun dikasih parfum secukupnya, baunya bakal bercampur dan jadi aneh.  


Pokoknya, asap rokok sangat-sangat membuatku tidak fokus, tidak nyaman dan ingin segera pindah ke lain hati tempat. Dengan ditulisnya permohonan ini, omdik mungkin bisa memaklumi kegundahan wanita selama ini di warung kopi. Nggak semua wanita sih, tapi yang newbie gini duh sengsara banget, om. Permintaanku di tahun 2019, omdik menyediakan area smoking ya. Kalau gak bisa, bisa dibuat jam-jam merokok tapi kayaknya itu halu. Heheheh

No comments:

Post a Comment